Kamis, 08 Juli 2010

HALAL KAH BISNIS MLM YANG KITA GELUTI. ??

HALAL KAH BISNIS MLM YANG KITA JALANKAN...????


A. Kata Pengantar

MLM, apakah halal atau haram hukumnya. Pertanyaan ini muncul bersamaan dengan menjamurnya perusahaan MLM di Indonesia, baik yang datang dari luar negeri maupun milik pribumi sendiri.

Para pelaku MLM khususnya muslim, membutuhkan jawaban yang bisa menenangkan hati mereka dalam menekuni dan menjadikan MLM sebagai ladang mencari nafkah. Bagaimanakah tanda-tanda MLM yang sesuai syari’ah, dan bagaimana ciri-ciri yang haram atau yang mendekati money game.

Kumpulan fatwa dan tulisan ini semoga bisa membantu memberi jawaban atas pertanyaan yang selama ini belum terjawab atau sudah terjawab tapi belum memuaskan :

B. Kaidah Ushul Fiqih

a. Dalam Masalah Ibadah (Hubungan dengan Alah)

Islam sebagai agama terakhir yang diturunkan dan juga sebagai penyempurna bagi ajaran-ajaran yang dibawa oleh rasul sebelumnya, memberikan aturan yang ketat dalam masalah ibadah.

Ibadah yang menjadi tugas selaku hamba di dunia ini, sudah ditetapkan tata caranya, sehingga tidak ada hak bagi pemikiran dan inovasi dalam masalah ibadah.

Kaidah Ushul Fiqh mengatakan :

“Pada dasarnya segala sesuatu hukumnya haram sehingga ada dalil yang mewajibkannya”

Rasulullah saw bersabda :

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada (contoh, perintah) dari kami, maka amalah itu ditolak (HR Muslim)

Dalam masalah Shalat, Rasullulah saw bersabda : “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat”. Dalam masalah haji beliau bersabda : “Ambillah contoh tata cara haji dariku”

b. Dalam Masalah Mu’amalah (Hubungan antar sesama manusia)

Masalah mu’amalah (baik itu ekonomi, politik dan lain-lain) adalah masalah yang terus berkembang sepanjang zaman, bisa saja hal-hal yang tidak kita temukan sekarang akan terjadi di generasi setelah kita.

Karena itu, Islam sebagai agama terakhir dan Al-Qur’an sebagai kitab pegangan sepanjang zaman harus mampu merespon setiap perkembangan masyarakat modern.

Kaidah Ushul Fiqih dalam masalah Mu’amalah mengatakan :

“Pada dasarnya segala sesuatu hukumnya boleh, sehingga ada dalil yang mengharamkannya”.

Islam memberikan kemudahan kepada setiap umatnya untuk melakukan berbagai sistem bisnis dan inovasi dalam masalah dunia, Islam hanya memberikan bingkai agar tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul Nya.

Bisnis salah satu bentuk mu’amalah. Sistem bisnis selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Islam tidak melarang umatnya untuk beraktivitas bisnis, selama bisnis itu tidak melanggar syari’ah dan tidak menjadikan lalai terhadap kewajiban selaku hamba Allah.

Islam sangat melarang umatnya meminta-minta, sehingga bekerja dalam rangka menghindari diri dari meminta-minta dan melaksanakan kewajiban untuk menghidupi keluarga bisa menjadi ladang ibadah yang sangat mulia di sisi Allah.

c. Prinsip-prinsip Dasar Halal dan Haram Dalam Islam

1. Segala sesuatu pada asalnya mubah

2. Menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah semata-mata

3. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.

4. Mengharamkan yang halal akan mengakibatkan timbulnya keburukan dan bahaya.

5. Pada yang halal terdapat sesuatu yang bisa menghindarkan yang haram.

6. Apa saja yang membawa kepada yang haram adalah haram.

7. Bersiasat atas yang haram adalah haram.

8. Niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram.

9. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terjatuh ke dalam yang haram.

10. Tidak ada pilih kasih dan pemilah-milahan terhadap sesuatu yang haram.


C. Pandangan Islam Tentang Bisnis

Kebaikan dan kesuksesan serta kemajuan sebuah bisnis sangat tergantung pada kesungguhan dan ketekunan kerja seorang pelaku bisnis. Jadi, setiap pembahasan dan diskusi tentang sikap Al-Qur’an terhadap bisnis (tijarah), harus didahului dengan pembahasan tentang sikap Al-Qur’an itu kepada kerja secara umum. Karena bisnis juga merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dan merupakan aktivitas yang memberi keuntungan, maka sikap Al-Qur’an terhadap aktivitas tersebut sudah bisa dimaklumi.

1. PENTINGNYA KERJA

a. Frekwensi penggunaan terminologi bisnis.

Al Qur’an menggunakan terminologi bisnis demikian ekstensif. Terma komersial ini, memiliki dua puluh macam terminologi, yang diulang sebanyak 370 kali dalam Al Qur’an. Terma-terma yang sedemikian banyak itu merupakan terma bisnis yang penelitiannya dilakukan C.C Torey saat dia menulis disertasinya yang berjudul : The Commercial-Theological Terms in the Koran. Torrey menyatakan bahwasanya sebagian dari teologi Al Qur’an mengandung terma-terma bisnis. Menurut Torrey, penggunaan terma bisnis yang sedemikian banyak itu menunjukkan sebuah manifestasi adanya sebuah spirit yang bersifat komersial dalam Al Qur’an.

b. Izin yang diperkenankan oleh undang-undang (legalisasi)

Al Qur’an memperbolehkan bisnis dalam terma yang sangat eksplisit adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Para peneliti yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Qur’an sama-sama mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Qur’an selalu berhubungan dengan transaksi. Dengan ungkapan lain, ijin yang diberikan dengan berdasarkan pada perundang-undangan merupakan salah satu bukti dan pertanda betapa aktivitas bisnis itu sangat penting menurut Al Qur’an.

c. Bisnis di musim haji.

Haji merupakan satu pilar dari rukun Islam. Ia merupakan lambang pengalaman religius seorang muslim. Namun demikian Al Qur’an masih memberikan ijin pada saat haji itu, satu saat dimana ibadah betul-betul dituntut. Al Qur’an memandang bahwa aktivitas bisnis adalah sebuah aktivitas yang demikian penting.

d. Celaan terhadap Dailing yang tidak fair (jujur)

Al Qur’an berulang-ulang mencela dan melarang dengan keras segala bentuk praktek ketidakadilan dalam berbisnis. Tindakan yang tidak fair jauh lebih dikutuk dari bentuk dosa-dosa yang lain.

e. Penisbatan sifat fair dan adil pada Allah

Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang menunjukkan sifat adil dan fair dinisbatkan pada Allah. Penisbatan sifat itu pada akhirnya tidak lain selain akan menunjukkan secara sempurna betapa pentingnya keadilan. Dimana Allah pun dalam memperlakukan hamba-Nya berdasarkan rasa adil tersebut.

  1. Apresiasi dan Desakan untuk Aktivitas Bisnis
  1. Bisnis sebuah pekerjaan menarik.

Al Qur’an memandang bisnis sebagai pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Al Qur’an sering kali mengungkapkan bahwasanya pekerjaan dagang adalah sebuah pekerjaan yang paling menarik. Kitab suci ini dengan tandas mendorong para pedagang untuk melakukan sebuah perjalanan yang jauh dan melakukan bisnis dengan para penduduk di negara asing.

  1. Alat-alat transportasi

Al Qur’an menekankan demikian hebatnya kekaguman akan alat-alat transportasi dan semua alat yang menjadi sarana orang-orang untuk menempuh sebuah perjalanan. Kapal disebut berulang-ulang di dalam Al Qur’an dan dinyatakan sebagai karunia pada manusia, dimana mereka diperintahkan untuk mempergunakannya dalam rangka mencari karunia Allah.

  1. Jujur dan adil

Al Qur’an sering kali membicarakan tentang makna kejujuran dan keadilan dalam perdagangan. Al Qur’an sangat menghargai aktivitas bisnis dengan selalu menekankan kejujuran dalam hal bargaining.

D. Keutamaan Mencari Nafkah Dengan Berbisnis

Melalui nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah, Islam menyerukan umatnya untuk melakukan dan menekuni perdagangan, bahkan mendorong untuk berpergian dalam rangka berdagang yang disebutnya “untuk mencari karunia Allah.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskannya : Al Muzzammil : 20, Ar Rum: 46, Al Baqarah : 164, 198

Sedangkan As Sunnah, Nabi saw juga menganjurkan berdagang, memperhatikan urusan perdagangan dengan serius, dan menegakkan prinsip-prinsipnya dengan perkataan, perbuatan dan penegasan beliau.

Rasulullah saw bersabda : “Pedagang yang amanah dan jujur kelak akan bersama para syuhada pada hari kiamat” (HR Ibnu Majah Al Hakim)

“ Pedagang yang jujur dan amanah kelak akan bersama dengan para nabi, shiddiqin dan syuhada

(HR Tirmizi dan Al Hakim dengan sanad hasan)

E. Pembahasan Fiqih : Tentang Multi Level Marketing

Multi Level Marketing atau Network Marketing (MLM/NM) hendaknya dilihat dalam beberapa sudut pandang bentuk Hubungan Jual Beli, seperti akad, bentuk jual beli, jenis barang diperdagangkan, sistem pemasaran, dll.

Merujuk Fatwa MUI DKI Jakarta dan Beberapa Pendapat tentang MLM ditegaskan bahwa MLM DIPERBOLEHKAN oleh Syariah, dengan mempertimbangngkan syarat-syarat di antaranya :

  1. Halal

Barang yang diperjualbelikan suci, bermanfaat/primer, transparan/tidak samar/penipuan. Firman Allah SWT Al Baqarah 275 : “Allah telah menghalalkan jual beli dan Mengharamkan Riba “

  1. Haram Paket Barang

Sistem Paket yang diterima member dapat bermakna PEMAKSAAN karena pembeli / member tidak dapat memilih produk sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini terdapat unsur KETERPAKSAAN.

Firman Allah SWT, An Nisa : 29 “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dgn jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu.”

  1. Berpegang Rukun Jual Beli dan Legal

Selain ada penjual/perusahaan, pembeli/member, barang yang diperjualbelikan/produk, penting terjadinya AKAD transaksi. Jika perusahaan memberikan keuntungan/bonus maka HARUS jelas pembagiannya, mudah dihitung (tidak mempersulit), dan dihitung berapa pun transaksi yang telah dilakukan. Barang/produk yang diperjualbelikan bukan sekedar kamulfase. Perusahaan terdaftar resmi/legal oleh pemerintah.

  1. Makelar Mengambil Prosentase yang Bukan Menjadi Haknya (Makelar di atas makelar)

Yang dimaksud makelar di atas makelar adalah jika seorang makelar menarik atau mengambil prosentase keuntungan dari makelar yang lain. Sebagai contoh, Amir adalah makelar dari Budi untuk menjualkan sebuah rumah. Budi mengatakan, bahwa rumah tersebut dijual seharga 100 juta, dan Amir sebagai makelar akan memperoleh komisi sebesar 10% dari penjualan. Kemudian, Amir bertemu dengan Amar sebagai makelar yang lain. Amir berkata kepada Amar, "Jika kamu bisa menjualkan rumah Budi, maka kamu mendapatkan prosentase 10%, dan saya mendapatkan komisi 5% dari kamu." Komisi yang diambil Amir dari Amar sesungguhnya bukan komisi yang dibenarkan dalam syariat. Sebab, Amir bukanlah pemilik rumah, dan juga bukan pembeli rumah. Oleh karena itu, ia tidak boleh menetapkan ketetapan apapun, atau membuat perjanjian apapun dengan makelar yang lain, yakni Amar.

Sesungguhnya, makelar hanya berhubungan dengan pemilik barang (shahib al-mâl), atau pembeli barang. Ia tidak boleh berhubungan dengan makelar yang lain dalam hal menarik keuntungan, dan komisi. Yang berhak memberikan komisi adalah pemilik rumah atau pembeli. (yang beli rumah bukan Amir dan Amar tapi orang lain).

PEMBELI MELAKUKAN JUAL BELI LANGSUNG KE PERUSAHAAN BUKAN MELALUI MAKELAR

  1. Dua Akad Dalam Satu Transaksi

HR Tarmizi : ”Tidak dihalalkan hutang dengan penjualan, dan tidak pula ada dua syarat dalam satu jual beli“

Imam Asy Syaukani : “Jual Beli bersyarat adalah dikaitkan jual beli dengan syarat untuk masa depan“

Misal : Seorang penjual berkata : aku jual kepadamu rumah dengan syarat kamu harus menjual barangmu yang ini atau kamu harus meminjami aku barang ini atau itu “

  1. Mark Up Harga yang Tidak Wajar

Haram jika barang yang dijual belikan lebih tinggi dari harga yang wajar (barang sejenis/semanfaat di pasaran) Biasanya terjadi pada perusahaan MLM yang tidak memproduksi sendiri barang yang dijual belikan (dapat 3 keuntungan) QS Al Isra 26-27 : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros……”

  1. Haram Piramida

Pembatasan downline di bawah member melanggar ketentuan kebebasan bertransaksi jual beli…konsep ini berindikasi bentuk Money game (orang menyetor dan kita dapat bonus) alasan bahwa sebagai bentuk arisan berantai memperjelas keharamannya.

  1. MLM adalah Kerja

MLM adalah Kerja, namun dengan paradigma membangun asset. Member yang tidak kerja maka dipastikan tidak mendapatkan bonus/keuntungan. Namun, bekerjanya member peringkat awal berbeda dengan bekerjanya member yang telah lama (kebebasan waktu)

  1. Keadilan

Firman Allah SWT, Al An’am 152 : “Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”

Adil bukan berarti sama rata sama rasa, adil adalah menempatkan sesuatu pada kondisinya.

Dalam hal ini yang menjadi penting adalah besaran kewajiban bagi downline pada tingkatan berbeda untuk memenuhi pembelanjaan yang menjadi kewajibannya sebagai bisnis owner.

10. Reward

Reward berupa mobil, pesawat, yarch, dan villa BUKANLAH barang/produk MLM, namun penghargaan yang diberikan kepada distributor/member yang telah bekeja keras mencapai prestasi peringkat tertentu. Pemberian Reward dapat dihitung dan berdasarkan besaran yang wajar atas transaksi penjualan distributor/member.

Tulisan di bawah ini adalah rangkuman jawaban dari beberapa pertanyaan yang diajukan ke Pusat Konsultasi Syariah dengan website : www.syariahonline.com.


Apakah halal bagi kita mengikuti MLM ?

Multi Level Marketing (MLM) dalam literatur Fiqih Islam masuk dalam pembahasan Fiqih Mu’amalah atau Bab Buyu’ (Perdagangan). MLM adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ke titik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjeng (pelevelan).

Sistem pemasaran MLM itu sesungguhnya sangat beragam sekali. Dan di dalam keberagamannya itu, bisa saja satu sama lain saling bertentangan 180 derajat. Maka pandangan syari’ah dalam MLM ini pun menjadi sangat tergantung seperti apa anatomi MLM tersebut.

Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM. Baik yang terdaftar resmi di APLI atau pun yang tidak. Untuk menilai satu persatu perusahaan yang menggunakan sistem ini rasanya tidak mungkin, kecuali jika perusahaan tersebut memberikan penjelasan utuh baik melalui buku yang diterbitkan atau presentasi langsung tentang perusahaan tersebut.

Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dia menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan oleh perusahaan. MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi sendiri.

Oleh karena itu kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM. Allah SWT berfirman :

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al Baqarah : 275)

“Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan”

(QS Al Maidah : 2)

Rasulullah SAW bersabda :

“ Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha” (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)

“Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim)

1. Pada dasarnya sistem MLM adalah mu’amalah atau buyu’ dan mu’amalah atau buyu’ prinsip dasarnya adalah boleh (mubah) selagi tidak ada unsur :

· Riba’ (sistem bunga /penggandaan uang)

· Ghoror (penipuan)

· Dhoror (merugikan atau menzhalimi pihak lain)

· Jahalah (tidak transparan)

2. Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu yang menyangkut jaringan tersebut :

· Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh konpensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau mendekati biaya tersebut adalah celah di mana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak.

· Tranparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi pada setiap orang dalam profesi memang terdapat di setiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi pihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.

· Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasa mendapat untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan downlinenya. Perolehan untuk dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha downlinenya adalah sesuatu yang diperbolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kezholiman.

3. MLM adalah sarana adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa) bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamulfase. Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama dengan judi.

4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada orang lainnya. Sehingga dia tahu status barang tersebut dan bertanggung jawab kepada konsumen lainnya.

5. Alangkah lebih baiknya jika seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustadz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.

6. Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan non muslim, apalagi milik Yahudi, yang keuntungannya justru digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lain. Meskipun pada dasarnya kita boleh bermuamalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk Yahudi di masa ini sama saja dengan berinfak kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.

7. Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis dengan dusta dan kebohongan. Biasanya orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan berbagai ragam mimpi untuk menjadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah di real estate, mobil built up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.

Dengan rumus-rumus hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak orang yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah “pensiun dini”. Apalagi bila obyeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persisi dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau ke mana-mana naik mobil menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering dipaksakan. Kami tidak mengatakan bahwa trik yang dilakukan haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.

8. Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak yang membuat keterangan “palsu” bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang dan menjual sesuatu. Ini jelas eksploitasi sirah Rasulullah SAW yang perlu diluruskan. Yang benar adalah bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, Muhammad itu memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Namun, setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Maisyah (nafkah) beliau adalah dari harta rampasan/ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM. Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadijah itulah Uplinenya beliau sebagaimana Maisyarah juga bukan downlinenya.

9. Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengaitkan dengan dakwah berantai/berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa lalu. Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberikan barang atau jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdagangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pemberian.

10. Etika Penawaran

Salah satu hal yang paling “mengganggu” dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang menimbulkan masalah.

Biasanya para distributor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Kejadiannya adalah seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan mengakrabi sambil membuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada membuat janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan. Hanya saja karena kawan lama, tidak enak bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujani dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat menawarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.

(Sumber : www.syariahonline.com) Website resmi Pusat Kajian Syariah Jakarta


BISNIS DENGAN SISTEM MULTI LEVEL MARKETING

Pertanyaan :

Assalamualaikum wr. wb.

Ustadz DR. H. Setiawan Budi Utomo yang kami cintai. Saya berharap semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada saya melalui jawaban Bapak. Beberapa kali saya pernah ikut presentasi MLM Syari’ah Persada Network yang mengeluarkan produk Asuransi Kesehatan dari Asuransi Assega. Saya tertarik dan mengembangkan MLM tersebut.Tapi, belakangan saya mendapat peringatan dari teman-teman aktivis dan beberapa ustadz agar meyakinkan kembali kehalalannya. Yang saya ingin tanyakan, bagaimana hukumnya bergabung dengan Persada Network yang saat ini jaringannya telah berkembang melalui partisipasi saya di Blitar. Bahkan, meluas ke daerah sekitarnya. Bagaimana hukum MLM CNI (Centra Nusa Indonesia) yang produknya konon memiliki sertifikasi halal dari MUI. Bolehkan saya mengkonsumsi produknya. Bagaimanakah dengan MLM yang mengklaim dirinya syariah seperti Ahad Net ?

Mohon penjelasan Ustadz untuk pencerahan kembali fikih kontemporer dalam masalah ini agar menjadi wawasan dan pedoman bagi pelaku bisnis MLM. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Budi Kurniawan : Minggirsari, Kanigoro, Blitar Jawa Timur. Email : kurnia71@telkom.net

Pertanyaan ini mewakili beberapa penanya lainnya melalui email, surat dan SMS.

Jawaban :

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-beli). Hukum asalnya boleh. Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashlu fil asya’ al ibahah: hukum asal segala sesuatu – termasuk muamalat- adalah boleh) selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti :

- Riba (sistem bunga/penggandaan uang).

- Ghoror (penipuan)

- Dharar (bahaya)

- Jahalah (ketidakjelasan)

- Dzulm (merugikan hak orang lain).

Selain itu, barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. (QS Al Baqarah : 29, Al A’raf : 32, Al An’am : 145, 151, lihat : Al-Burnu, Al Wajiz fi Idhah Qawaid Al Fiqh hal 191, 197, Asy Syaukani, Irsyadul Fuhul hal : 286, As Suyuthi, Al Isybah wan Nadzair hal 60)

Allah SWT berfirman :

“ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al Baqarah : 275)

“Tolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan”

(QS Al Maidah : 2)

Rasulullah saw. bersabda :

“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha” (HR Ibnu Majah dan Al Baihaqi)

“Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buat” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim).

Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal haramnya maupun status syubhatnya (meragukan) tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan sepihak sebagai perusahaan MLM Syari’ah atau bukan. Melainkan, tergantung sejauh mana prakteknya setelah dikaji dan dinilai sesuai syari’ah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat sekitar 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri. Sehingga untuk menilai satu persatu perusahaan MLM sangat sulit sekali.

Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langusng (Direct Selling) MLM terus marak dan subur menjamur. Model bisnis inipun kian berkembang setelah adanya krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chorella, DXN dan Propolis Gold serta yang berlabel syariah atau Islam. Dewan Syariah Nasional –MUI baru menyiapkan sistem, mekanisme dan kriteria untuk penerbitan sertifikasi bisnis syariah termasuk MLM, yaitu seperti Ahad Net, Kamyabi Net, Persada Network dll.

Praktek bisnis MLM banyak diminati kalangan di antaranya sejumlah karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp. 10 ribu perjiwa, akan terjadi tansaksi dan perputaran uang sejumlah Rp. 2 triliun per bulan.

Bisnis MLM di dalam kajian fikih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek : produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya.apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah menurut kesepakatan (ijma’) ulama atau tidak, begitu pula jasa yang dijual. Unsur babi, khamr, bangkai, darah, perzinaan, kemaksiatan, perjudian, contohnya. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halal dari LP-POM MUI, meskipun produk yang belum disertifikasi halal juga belum tentu haram tergantung pada kandungannya.

Perusahaan yang menjalankan bisnis dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang. Melainkan juga produk jasa. Yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantaraan ini (makelar) dalam terminologi fikih disebut “Samsarah/simsar”. Maksudnya, perantara perdagangan (orang yang menjual barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq , Fiqh As Sunnah, vol III/159)

Kemunculan trend MLM memang sangat menguntungkan pengusaha. Terutama, pada penghematan biaya (minimizing cost) iklan, promosi dan lainnya. Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar (makelar/broker/mitra kerja/ agen/distributor) yang ingin bekerja secara mandiri dan bebas.

Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar/distributor/agen dan lainnya dalam fikih Islam termasuk akad ijarah. Yaitu, transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim , memandang boleh jasa ini (Fiqh As Sunnah, III/159). Namun, untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat di samping persyaratan di atas. Syarat-syarat tersebut antara lain :

1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS An Nisa : 29).

2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.

3. Obyek akad bukan hal yang maksiat atau haram.

Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal atau haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya (QS Al A’raf : 85). Ini sesuai dengan hadits Nabi saw. : “Berilah para pekerja upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani) Tiga orang yang menjadi musuh Rasulullah saw di hari kiamat di antaranya : “Sesungguhnya yang memakai jasa orang, kemudian menunaikan tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak menepati embayaran upahnya” (HR Bukhari).

Jumlah upah atau imbalan jasa yang diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman , penuhilah akad-akad (perjanjian) itu”. (QS Al Maidah : 1)

dan juga hadits Nabi : ‘’Umat Islam terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Al Hakim dari Abu Hurairah) bila terdapat unsur dzulm (kedzaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka dia tidak mendapatkan imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan, maka bisnis MLM tersebut tidak benar.

Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM, perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian. Ini seperti dilansir Dewan Syariah Partai Keadilan (Sekarang PK Sejahtera) melalui fatwa No. 02/K/DS-PK/VI/11419, di antaranya : obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang terkadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara atau rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapatkan harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkondisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah di dunia dan akhirat (QS Al Qashash : 77 dan Al Muthaffifin : 26).

The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA) telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama yang diteken langsung oleh M. Munir Chaudry, Ph.D selaku Presiden IFANCA. Dalam edarannya, IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya. Yaitu, dengan mengkaji aspek :

1. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan downline di bawahnya, maka hukumnya haram.

2. Apakah perusahaan MLM memiliki track record positif dan baik. Ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontroversinya.

3. Apakah produk-produknya mengandung zat-zat haram atau tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.

4. Apakah perusahaan lebih menekankan aspek targetingnya penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.

5. Apakah perusahaan menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.

Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut :

1. Tranparansi penjualan dan pembagian bonus serta komisi penjualan, di samping pembukuan yang menyangkut perpajakan dan perkembangan netwoking atau jaringan dan level, melalui laporan otomatis secara periodik.

2. Penegasan motif dan tujuan bisnis MLM sebagai sarana penjualan langsung produk barang atau jasa yang bermanfaat, dan bukan permainan uang.

3. Meyakinkan kehalalan produk yang menjadi obyek transaksi riil (underlying transaction) dan tidak mendorong kepada kehidupan boros, hedonis, dan membahayakan eksistensi produk muslim maupun lokal.

4. Tidak ada excesive mark up (ghubn fakhisy) atas harga produk yang diperjualbelikan di atas covering biaya promosi dan marketing konvensional.

5. Harga barang dan bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas sejak awal dan dipastikan kebenarannya saat transaksi.

6. Tidak ada eksploitasi pada jenjang manapun antar distributor ataupun antar produsen dan distributor, terutama dalam pembagian bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.

Mengenai beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan (syubhat) atau yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legilitas formal, pertanggung jawaban, tidak terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti : riba (permainan bunga dan penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan nasabah dengan money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA, Solusi Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No. 42 21-27 Juli 1999) sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah Saw :

“Jangan kali membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).

“ Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa yang menjaga diri dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barang siapa yang jatuh kepada suatu yang syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.” (Bukhari dan Muslim)

Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra :

“ Tinggalkan sesuatu yang meragukan untuk melakukan kepada sesuatu yang tidak meragukan”

(HR Tirmizi dan Nasai).

Dengan demikian, seluruh masyarakat, khususnya stakeholders, para praktisi bisnis ini, , para prospek dan pemerhati yang telah menyimak presentasi sistem MLM perlu secara objektif, mandiri dan proaktif mempelajari batasan-batasan umum syariah sebagai panduan dan dasar penilaian kesesuaian ataupun pelanggaran syariah demi memastikan kehalalan masing-masing perusahaan MLM sebagaimana dijelaskan di atas. Wassalam


(Sumber : Majalah No. 20 Tahun V 15 Juli 2003)

Penulis : DR. H. Setiawan Budi Utomo

Anggota Dewan Syariah Nasional MUI

Pengawas di Tim Pengawasan Bank Syariah – Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia

Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam UI, IAIN Bandung dan UIKA.


F. Hal-hal Yang Menyalahi Syariah yang Sering Dilakukan Network Marketer Muslim.

Setiap gerak langkah seorang muslim, mulai dari tidur, makan, bekerja adalah bernilai ibadah, jika ia melakukan itu semua sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Ambil contoh bekerja. Bekerja akan bernilai ibadah, bila seorang muslim bekerja dalam rangka menghindari diri dari meminta-minta dan memenuhi kewajiban sebagai kepala rumah tangga serta bekerja dengan ikhlas, tidak korupsi waktu dan bersikap profesional.

Namun, apabila bekerja ternyata menjadikan kita lupa terhadap kewajiban kita, lebih beroristasi pada dunia dan dunia apalagi tata cara bergaul banyak menyalahi syar’i, saat itu bekerja bisa menjadikan kita termasuk manusia yang lalai dan bisa-bisa apa yang kita dapatkan dari bekerja tidak mendapat barokah dari Allah.

Ini ada beberapa hal yang sering dilakukan para pemain MLM muslim yang menyalahi syariah mulai dari sikap, pola pikir dan pergaulan mereka selama mereka menggeluti bisnis MLM.

1. Terjebak dalam pergaulan campur baur dengan bukan mahram.

Allah dan RasulNya sangat menganjurkan kita agar selalu menyayangi dan menghormati siapapun. Baik anak kecil maupun orang dewasa bahkan terhadap binatang dan tumbuhan sekalipun.

Dalam pergaulan antar sesama manusia, Islam memberikan batasan terutama terhadap yang bukan MAHRAM (wanita orang yang halal dinikahi), agar tidak berjabat tangan dengan mereka, berdua-duaan. Karena hal ini akan menimbulkan fitnah. Pernahkah kita menyadarinya ?

2. Lalai terhadap kewajiban sebagai muslim.

Kesibukan memprospek, menghadiri pertemuan-pertemuan, home meeting dan sebagainya, seringkali melupakan para pemain muslim MLM lalai dari kewajiban mereka terhadap Rabbnya. Shalat sering telat, baca Al-Qur’an malas dan sebagainya, sementara mereka selalu meminta agar ditemukan dengan prospek potensial, calon leader dan diberikan kemudahan ketika memprospek.

3. Malas mempelajari agama Islam

Betapa banyak pemain MLM muslim yang begitu rajin membaca setiap buku dan mendengarkan kaset yang dianjurkan para leader mereka dan dengan bangga menunjukkan setiap buku yang pernah dibaca. Namun yang jadi pertanyaan, apakah mereka sering membaca buku-buku yang berkaitan dengan agama mereka sendiri baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, muamalah, akidah dan akhlak ?

Membaca buku motivasi dan mendengarkan kaset adalah hal yang sangat baik, namun kalau tidak diimbangi dengan kemantapan iman, dikhawatirkan nanti hanya sukses secara duniawi, mendapat harta dan kehormatan malah bukan menjadi rahmat, tapi merupakan azab yang diberikan Allah di dunia.

4. Tidak mengindahkan etika Islami dalam berbisnis.

Pemahaman yang rendah terhadap Islam menjadikan pemain MLM muslim malas untuk mempelajari Etika Bisnis Islami, sehingga ketika menjalankan suatu bisnis tidak bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang boleh serta mana yang syubhat.

Islam sudah menjelaskan semua tata cara berbisnis yang islami, sehingga setiap bisnis yang kita lakukan bisa bernilai ibadah di sisi Allah. Karena tidak memahami tata cara bisnis yang Islami kebanyakan terjadi dusta dan kebohongan, yang penting produk laku tanpa pernah mempedulikan dampaknya bagi orang lain.

5. Tidak menjadikan bekerja sebagai sarana ibadah.

Bekerja dalam pandangan Islam adalah ibadah selama tata cara bekerja sesuai denga syari’ah. Bekerja dilakukan dengan niat untuk mencari nafkah dan menghindari diri dari meminta-minta.

Periksalah niat Anda dalam menjalankan bisnis ini. Apakah Anda berniat untuk saling tolong menolong agar sama-sama sukses atau hanya untuk kepentingan pribadi. Apakah sikap dan tingkah laku Anda dalam menjalankan bisnis ini sudah sesuai dengan Islam. Kalau belum, intropeksilah diri, agar jangan sampai kesuksesan dan waktu yang Anda gunakan dalam menjalankan bisnis ini jangan sampai tidak bernilai ibadah disisi Allah.

6. Tidak menjadikan pertemuan sebagai sarana saling menasehati dalam kebaikan.

Anda memiliki jaringan yang cukup luas, Anda merekrut saudara Anda yang seiman untuk bersama-sama menjalankan bisnis ini. Hati-hatilah, jangan sampai setiap pertemuan yang Anda lakukan hanya berbicara masalah duniawi saja. Kesempatan besar Anda selaku leader dengan jaringan Anda untuk saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan saling memotivasi untuk menggapai impian.

Allah nanti akan bertanya pada Anda di akhirat, apakah selama Anda bertemu dengan saudara seiman dan bersama-sama menjalankan bisnis ini, pernahkah Anda saling mengingatkan agar jangan terlena dengan dunia dan saling menasehati untuk selalu menjalankan perintah-Nya. Camkan dan renungkan.


G. Harta. Kapan Menjadi Rahmat dan Kapan Menjadi Azab.

a. Dari Mana Datangnya Rezeki ?

  • Allah adalah Pemberi Rezeki : (QS Saba : 24, Adz Dzariyat : 58, Huud : 6, Ankabut : 60)

b. Anda dan Harta Anda di Dunia

  • Harta adalah perhiasan semata : (QS Al Fajr : 20, Al Kahfi : 46, Ali Imran : 14)
  • Harta adalah ujian : (QS Al Anbiya : 35, An Naml : 40, Al Anfal : 27, Al Munafiqun : 9)
  • Orang Muslim dan harta (QS At Taubah : 34-45, Al Baqarah : 254, Al Isra ; 26-27)

c. Bagaimana Anda Mendapatkan Harta ?

1. Perbuatan baik (QS An Nahl : 97, Saba : 4, Al A’raf : 96)

2. Taqwa pada Allah : (QS Ath Thalaq : 2-3, Al Baqarah : 197, 189)

3. Tawakkal pada Allah : (QS An Nur : 32, Al Mulk : 21, Huud : 6)

4. Memperbanyak istigfar : (QS Nuh : 10-12, Huud : 3)

d. Sebab-sebab Terjaganya Harta & Bertambahnya Harta.

1. Mengingat Allah (QS Al Kahfi : 39)

2. Mendermakan harta di jalan Allah : (QS Al Baqarah : 261)

3. Zakat dan shadaqah : (QS At Taubah : 103, Al Munafiqun : 10-11)

4. Melakukan kebaikan : (QS Al Qashash : 84, Al Isra : 7)

5. Silaturahim

6. Berjuang dengan harta dan jiwa : (QS Ash Shaf : 10-13, At Taubah : 111)

7. Menggabungkan haji dan umrah : (QS Al Baqarah : 196)

8. Berbuat dengan yang halal.

9. Pagi-pagi dalam mencari rezeki.

10. Tidak melalaikan ibadah sebab harta dan kerajaan : (QS Al Jumu’ah : 9)

11. Syukur pada Allah atas nikmat-Nya : (QS Al Baqarah : 172)

Syarat-sayat tertentu agar harta terjaga dan bertambah :

· Niat ikhlas karena Allah dalam bekerja.

· Jujur dalam bekerja.

· Profesionalitas.

· Jujur dalam jual beli.

· Murah hati dalam bisnis dan jual beli.

· Memperbanyak sadaqah.

· Menjauhi perkara-perkara yang diharamkan.

e. Sebab-sebab Bangkrut & Berkurangnya Harta.

1. Melakukan perkara-perkara yang buruk : (QS An Nisa’ : 78-79)

2. Memakan harta orang lain dengan cara bathil : (QS An Nisa’ : 29-30)

3. Riba : (QS Al Baqarah : 278-279)

4. Riya’ (pamer pada manusia) : (QS An Nisa’ : 38)

5. Merusak harta manusia

6. Memakan harta anak yatim (QS An Nisa’

7. Rakus dan pelit :(QS Muhammad : 36-38)

8. Mungungkit-ungkit dan perkataan yang menyakitkan : (QS Al Baqarah : 264)

9. Mengadu-ngadu pada manusia.

10. Memberi harta pada orang bodoh : (QS An Nisa’ : 5)

11. Menyia-nyiakan harta : (QS Al Isra : 26-27)

12. Berbuat dengan sesuatu yang haram .

· Sumpah dalam jual beli, penipuan dalam jual beli, menerima suap.

· Curang dalam timbangan (QS Al Muthaffifin : 1-3)

13. Terlena dengan harta dan kerja sehingga melalaikan ibadah :(QS Al Jumu’ah : 9)

14. Kufur nikmat : ( QS Ibrahim : 7)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar